Makna
Hari Pahlawan bagi Peningkatan Kualitas SDM
Ditulis
oleh Aries Musnandar:
Kamis, 10 November 2011 15:45
(Antara Merebut dan
Mengisi Kemerdekaan)
Pada masa lalu
baik menjelang maupun saat mempertahankan kemerdekaan RI julukan pahlawan
melekat erat bagi mereka yang secara fisik berjuang memperebutkan dan
mempertahankan kemerdekaan RI. Semboyan atau slogan merdeka atau mati, maju
terus pantang mundur kala itu mampu membakar semangat para pejuang
kemerdekaan. Kata-kata heroik tersebut terus menerus di dengang dengungkan
tidak hanya oleh para pejuang di medan tempur tetapi juga oleh rakyat kecil
yang tidak terlibat dalam pertempuran langsung.
Melalui kata-kata nan patriotik segala komponen
bangsa bersatu padu bergotong royong, bahu membahu menuju satu sasaran yakni
meraih kemerdekaan, bebas dari belenggu penjajahan kolonialisme. Seruan
merdeka dan maju terus pantang mundur menggema dimana-mana baik saat di medan
pertempuran maupun tatkala para anak bangsa saling bertemu di jalan, di pasar,
di pusat keramaian, di kampung-kampung pelosok desa tak henti-hentinya
rakyat dan pejuang kemerdekaan mengumandangkannya. Akhirnya dengan teriakan
yel-yel Merdeka atau
Mati" semangat pantang menyerah merasuki jiwa sebagian besar anak bangsa
dan membawa bangsa ini berhasil merebut kemerdekaan dan mempertahankan
kedaulatannya setelah memproklamasikan kemerdekaan RI oleh dwi tunggal
Soekarno-Hatta.
Betapa kekuatan slogan merdeka atau mati, maju terus
pantang mundur dapat membuat bangsa ini menunjukkan kinerja luar biasa dalam
mengusir penjajah. Pada masa itu kita tidak memiliki persenjataan memadai malah
banyak dari pejuang bermodalkan bambu runcing berhadapan "face to
face" dengan sang tentara penjajah dan antek-anteknya yang menggunakan
persenjataan canggih termasuk pesawat tempur udara. Namun pejuang dan rakyat
tidak gentar sedikit pun, semboyan maju terus pantang mudur, merdeka atau mati
seolah menjadi senjata paling canggih dan amunisi yang tak pernah habis dalam
menghadapi musuh. Begitu dahsyatnya inspirasi diperoleh sehingga pejuang
kemerdekaan menggebu gebu melawan penjajah, pejuang tidak takut mati. Semboyan
ini turut menyatukan perbedaan latar belakang warga bangsa, sehingga menasional
lintas etnis, suku, agama dan asal usul.
Kita pun mengakui bahwa disamping slogan merdeka
atau mati terdapat pula gema takbir "Allahu Akbar" yang
dikumandangkan para pejuang muslim saat bertempur melawan penjajah. Dahsyatnya
teriakan Allahu Akbar yang menggema saat pertempuran Surabaya pada 10
November 1945 yang dipandu Bung Tomo (yang akhirnya menjadi Pahlawan
Nasional) mampu mengobarkan semangat patrotisme dan kepahlawanan luar biasa
arek-arek Suroboyo. Pertempuran di Surabaya itu adalah perang
pertama pasukan (pejuang) Indonesia dengan pasukan asing setelah kemerdekaan RI
pada 17 Agustus 1945 serta merupakan satu pertempuran besar dan terberat
sepanjang sejarah mempertahankan kemerdekaam RI. Kejadian ini akhirnya menjadi
simbol nasional atas perlawanan gagah berani bangsa ini terhadap (bentuk)
kolonialisme serta diperingati setiap tahunnya sebagai hari Pahlawan
Pada era mengisi kemerdekaan aktivitas membangun di
segala sektor kehidupan tidaklah beda secara hakiki dengan merebut kemerdekaan.
Keduanya (merebut dan mengisi kemerdekaan) adalah suatu proses yang tidak boleh
dipisah-pisahkan. Dalam mengisi kemerdekaan kita perlu belajar dari kesuksesan
para pejuang ketika merebut kemerdekaan. Disamping memiliki pemimpin patriot
yang sangat peduli dengan rakyat, bangsa ini memiliki berbagai slogan yang
menggugah semangat hidup rakyat. Fenomena ini lalu dapat menjalar dan
diejawantahkan ke dalam kehidupan sehari-hari sehingga mampu meningkatkan
kualitas unjuk kerja rakyat. Kualitas manusia Indonesia kala itu sangat unggul
baik secara ideologis-idealisme, mentalitas-spiritualitas, maupun etika
moralitas. Bahkan, secara fisik jasmani pun kita cukup andal. Ini terbukti,
meski postur tubuh olahragawan tidak besar ternyata prestasi olahraga cukup
membanggakan, padahal situasi ketika itu masih serba keterbatasan fasilitas.
Semboyan-semboyan bangsa kini nyaris sirna dan tidak
lagi mengandung efek getar yang kuat untuk mengibarkan bendera perang terhadap
musuh-musuh pembangunan kesejahteraan rakyat seperti perilaku tindak korupsi
(KKN), rendahnya etos kerja, maraknya jalan pintas, gila jabatan, ketamakan
dan keserakahan elite bangsa, serta berbagai perilaku tercela lainnya.
Mengambil hikmah dari fenomena diatas bahwa
internalisasi slogan merdeka atau mati, maju terus pantang mundur dan gema
takbir Allahu Akbar kepada para pejuang ternyata telah berhasil
mengibarkan semangat kebangsaan serta memotivasi mereka dalam meraih
tujuan nasional yakni kemerdekaan. Sayangnya, setelah 66 tahun semangat
kepahlawanan yang pernah diperagakan para anak bangsa itu mulai memudar untuk
tidak mengatakannya menghilang. Penguasa berikutnya yang meneruskan roda
pemerintahan tampak kurang peduli atas slogan, yel-yel yang telah terbukti
mampu mempersatukan segenap komponen bangsa. Padahal, jika dicermati dengan
seksama Negara-negara yang menginternalisasikan slogan ciri khasnya secara
meluas ditengah-tengah masyarakat telah membuktikan keampuhannya.
Ada dua Negara di Asia ini yang telah
mewujudnyatakan slogan hidup menjadi bagian tak terpisahkan dari etos kerja
sehari-hari rakyatnya secara masif dan menasional yaitu Korea Selatan dan
Jepang. Konon Korea Selatan yang tidak jauh beda menikmati masa kemerdekaannya
dengan kita itu memiliki slogan bbalri-bbalri (baca: pali-pali), kata yang
kerap terdengar di sana., berarti cepat-cepat. Mirip dengan suasana di
Indonesia pada masa kemerdekaan yang meneriakkan kata merdeka di setiap tempat,
setiap harinya. maka orang-orang Korea Selatan senantiasa melontarkan kata
pali-pali saat berada di jalan, pasar, sekolah, pabrik, kantor, dan berbagai
tempat lainnya. Singkat kata semboyan pali-pali telah menyatu, mendarah daging
dan membentuk budaya, sehingga orang Korea itu bekerja cepat. Pekerjaan tidak
ingin ditunda-tunda, mereka berusaha menyelesaikan dengan cepat, jika bisa
diselesaikan hari ini kenapa mesti ditunda esok. Prinsip utama mereka lebih
cepat lebih baik.
Selain Korea Selatan, Jepang juga punya slogan yang
disebut spirit gambaru dan kini telah menjadi bagian dari perilaku kerja bangsa
Jepang. Gambaru merupakan semangat kerja pantang menyerah, tidak mau
bermalas-malasan, berjuang habis-habisan dalam meraih tujuan bahkan jika perlu
siap mundur jika merasa gagal dalam mengemban tugas. Lebih dari itu mereka
berani ber "hara-kiri" atau bunuh diri jikalau merasa gagal (tentu
untuk perilaku yang satu ini tidak perlu kita tiru). Mereka sangat percaya,
untuk mencapai yang terbaik, harus berjuang sekuat tenaga bahkan sampai titik
darah penghabisan. Dengan semangat gambaru ini pula kita menyaksikan Jepang
bangkit dari keterpurukan ekonomi. Usai perang Dunia ke 2, nilai yen terpuruk
terhadap dolar diatas seribu per dolarnya. Namun Jepang melangkah pasti,
melalui spirit gambaru pemerintah dan bangsanya berhasil
meningkatkan nilai tukar yen menjadi dibawah seratus yen per dolar.
Menguatnya yen merupakan hasil kerja keras bukan hasil denominasi nilai mata
uang, atau jalan pintas yang tanpa kerja keras.
Korea Selatan dengan slogan pali-pali berhasil
mengangkat kualitas SDM bangsa dan menjadikan negaranya dewasa ini sebagai
macan asia perekonomian. Sementara itu Jepang dengan spirit gambaru tak kenal
lelah terus melesat menjadi Negara maju sejajar dengan Negara adi daya lainnya.
Indonesia belum mereformulasi ulang semboyannya sesuai konteks kekinian. Bangsa
ini perlu semboyan atau slogan inspiratif yang membuat kita bekerja keras.
*)
Aries Musnandar, Dosen UB Malang, Mhs PPs UIN Maliki
Sumber: http://www.uin-malang.ac.id/index.php?option=com_content&view=article&id=2672:
makna-hari-pahlawan-bagi-peningkatan-kualitassdm&catid=35:artikeldosen&Itemid= 210.
Tanggapan:
Semangat perjuangan semestinya tidak luntur pada generasi
sekarang, dengan semangat merdeka atau mati, maju terus pantang mundur, tentu
hal ini mampu menjadi motivasi untuk menerapakan pengembangan yang lebih baik.
Bukan malah sebaliknya, semangat ini memudar sehingga SDM bangsa ini malah
terpuruk kepada hal-hal yang tidak diinginkan, seperti: KKN, gila jabatan, gila
kekuasaan, politik kotor dan curang dan hal lainnya.
Kita bisa mengambil hikmah kemerdekaan dari korea selatan
dan jepang. Dalam sejarah kemerdekaan mereka tidak berbedadengan hitory
kemerdekaan indonesia. Mereka mampu mengembangkan SDM mereka kepada hal-hal
yang mampu meningkatkan derajat bangsa mereka di mata dunia.