Rabu, 31 Oktober 2012

Artikel Pengembangan SDM


Makna Hari Pahlawan bagi Peningkatan Kualitas SDM
Ditulis oleh Aries Musnandar:   Kamis, 10 November 2011 15:45

(Antara Merebut dan Mengisi Kemerdekaan)
Pada masa lalu baik menjelang maupun saat mempertahankan kemerdekaan RI julukan pahlawan melekat erat bagi mereka yang secara fisik berjuang memperebutkan dan mempertahankan kemerdekaan RI. Semboyan atau slogan merdeka atau mati, maju terus pantang mundur  kala itu mampu membakar semangat para pejuang kemerdekaan. Kata-kata heroik tersebut terus menerus di dengang dengungkan tidak hanya oleh para pejuang di medan tempur tetapi juga oleh rakyat kecil yang tidak terlibat dalam pertempuran langsung.
Melalui kata-kata nan patriotik segala komponen bangsa bersatu padu bergotong royong, bahu membahu menuju satu sasaran yakni meraih kemerdekaan, bebas dari belenggu penjajahan kolonialisme.  Seruan merdeka dan maju terus pantang mundur menggema dimana-mana baik saat di medan pertempuran maupun tatkala para anak bangsa saling bertemu di jalan, di pasar, di pusat keramaian,  di kampung-kampung pelosok desa tak henti-hentinya rakyat dan pejuang kemerdekaan mengumandangkannya. Akhirnya dengan teriakan yel-yel Merdeka atau Mati" semangat pantang menyerah merasuki jiwa sebagian besar anak bangsa dan membawa bangsa ini berhasil merebut kemerdekaan dan mempertahankan kedaulatannya setelah memproklamasikan kemerdekaan RI oleh dwi tunggal Soekarno-Hatta.
Betapa kekuatan slogan merdeka atau mati, maju terus pantang mundur dapat membuat bangsa ini menunjukkan kinerja luar biasa dalam mengusir penjajah. Pada masa itu kita tidak memiliki persenjataan memadai malah banyak dari pejuang bermodalkan bambu runcing berhadapan "face to face" dengan sang tentara penjajah dan antek-anteknya yang menggunakan persenjataan canggih termasuk pesawat tempur udara. Namun pejuang dan rakyat tidak gentar sedikit pun, semboyan maju terus pantang mudur, merdeka atau mati seolah menjadi senjata paling canggih dan amunisi yang tak pernah habis dalam menghadapi musuh. Begitu dahsyatnya inspirasi diperoleh sehingga pejuang kemerdekaan menggebu gebu melawan penjajah, pejuang tidak takut mati. Semboyan ini turut menyatukan perbedaan latar belakang warga bangsa, sehingga menasional lintas etnis, suku, agama dan asal usul.
Kita pun mengakui bahwa disamping slogan merdeka atau mati terdapat pula gema takbir "Allahu Akbar" yang dikumandangkan para pejuang muslim saat bertempur melawan penjajah. Dahsyatnya teriakan Allahu Akbar yang menggema saat pertempuran  Surabaya pada 10 November 1945 yang dipandu Bung Tomo  (yang akhirnya menjadi Pahlawan Nasional) mampu mengobarkan semangat patrotisme dan kepahlawanan luar biasa arek-arek Suroboyo.   Pertempuran di Surabaya itu adalah perang pertama pasukan (pejuang) Indonesia dengan pasukan asing setelah kemerdekaan RI pada 17 Agustus 1945 serta merupakan satu pertempuran besar dan terberat sepanjang sejarah mempertahankan kemerdekaam RI. Kejadian ini akhirnya menjadi simbol nasional atas perlawanan gagah berani bangsa ini  terhadap (bentuk) kolonialisme serta diperingati setiap tahunnya sebagai hari Pahlawan
Pada era mengisi kemerdekaan aktivitas membangun di segala sektor kehidupan tidaklah beda secara hakiki dengan merebut kemerdekaan. Keduanya (merebut dan mengisi kemerdekaan) adalah suatu proses yang tidak boleh dipisah-pisahkan. Dalam mengisi kemerdekaan kita perlu belajar dari kesuksesan para pejuang ketika merebut kemerdekaan. Disamping memiliki pemimpin patriot yang sangat peduli dengan rakyat, bangsa ini memiliki berbagai slogan yang menggugah semangat hidup rakyat. Fenomena ini lalu dapat menjalar dan diejawantahkan ke dalam kehidupan sehari-hari sehingga mampu meningkatkan kualitas unjuk kerja rakyat. Kualitas manusia Indonesia kala itu sangat unggul baik secara ideologis-idealisme, mentalitas-spiritualitas, maupun etika moralitas. Bahkan, secara fisik jasmani pun kita cukup andal. Ini terbukti, meski postur tubuh olahragawan tidak besar ternyata prestasi olahraga cukup membanggakan, padahal situasi ketika itu masih serba keterbatasan fasilitas.
Semboyan-semboyan bangsa kini nyaris sirna dan tidak lagi mengandung efek getar yang kuat untuk mengibarkan bendera perang terhadap musuh-musuh pembangunan kesejahteraan rakyat seperti perilaku tindak korupsi (KKN), rendahnya etos kerja, maraknya jalan pintas,  gila jabatan, ketamakan dan keserakahan elite bangsa, serta berbagai perilaku tercela lainnya.
Mengambil hikmah dari fenomena diatas bahwa internalisasi slogan merdeka atau mati, maju terus pantang mundur dan gema takbir Allahu Akbar kepada para  pejuang ternyata telah berhasil mengibarkan semangat kebangsaan  serta memotivasi mereka dalam meraih tujuan nasional yakni kemerdekaan. Sayangnya, setelah 66 tahun semangat kepahlawanan yang pernah diperagakan para anak bangsa itu mulai memudar untuk tidak mengatakannya menghilang. Penguasa berikutnya yang meneruskan roda pemerintahan tampak kurang peduli atas slogan, yel-yel yang telah terbukti mampu mempersatukan segenap komponen bangsa. Padahal, jika dicermati dengan seksama Negara-negara yang menginternalisasikan slogan ciri khasnya secara meluas ditengah-tengah masyarakat telah membuktikan keampuhannya.
Ada dua Negara di Asia ini yang telah mewujudnyatakan slogan hidup menjadi bagian tak terpisahkan dari etos kerja sehari-hari  rakyatnya secara masif dan menasional yaitu Korea Selatan dan Jepang. Konon Korea Selatan yang tidak jauh beda menikmati masa kemerdekaannya dengan kita itu memiliki slogan bbalri-bbalri (baca: pali-pali), kata yang kerap terdengar di sana., berarti cepat-cepat. Mirip dengan suasana di Indonesia pada masa kemerdekaan yang meneriakkan kata merdeka di setiap tempat, setiap harinya. maka orang-orang Korea Selatan senantiasa melontarkan kata pali-pali saat berada di jalan, pasar, sekolah, pabrik, kantor, dan berbagai tempat lainnya. Singkat kata semboyan pali-pali telah menyatu, mendarah daging dan membentuk budaya, sehingga orang Korea itu bekerja cepat. Pekerjaan tidak ingin ditunda-tunda, mereka berusaha menyelesaikan dengan cepat, jika bisa diselesaikan hari ini kenapa mesti ditunda esok. Prinsip utama mereka lebih cepat lebih baik.
Selain Korea Selatan, Jepang juga punya slogan yang disebut spirit gambaru dan kini telah menjadi bagian dari perilaku kerja bangsa Jepang. Gambaru merupakan semangat kerja pantang menyerah, tidak mau bermalas-malasan, berjuang habis-habisan dalam meraih tujuan bahkan jika perlu siap mundur jika merasa gagal dalam mengemban tugas. Lebih dari itu mereka berani ber "hara-kiri" atau bunuh diri jikalau merasa gagal (tentu untuk perilaku yang satu ini tidak perlu kita tiru). Mereka sangat percaya, untuk mencapai yang terbaik, harus berjuang sekuat tenaga bahkan sampai titik darah penghabisan. Dengan semangat gambaru ini pula kita menyaksikan Jepang bangkit dari keterpurukan ekonomi. Usai perang Dunia ke 2, nilai yen terpuruk terhadap dolar diatas seribu per dolarnya. Namun Jepang melangkah pasti, melalui spirit gambaru  pemerintah dan bangsanya berhasil meningkatkan  nilai tukar yen menjadi dibawah seratus yen per dolar. Menguatnya yen merupakan hasil kerja keras bukan hasil denominasi nilai mata uang, atau jalan pintas yang tanpa kerja keras.
Korea Selatan dengan slogan pali-pali berhasil mengangkat kualitas SDM bangsa dan menjadikan negaranya dewasa ini sebagai macan asia perekonomian. Sementara itu Jepang dengan spirit gambaru tak kenal lelah terus melesat menjadi Negara maju sejajar dengan Negara adi daya lainnya. Indonesia belum mereformulasi ulang semboyannya sesuai konteks kekinian. Bangsa ini perlu semboyan atau slogan inspiratif yang membuat kita bekerja keras.

*) Aries Musnandar, Dosen UB Malang, Mhs PPs UIN Maliki
Sumber: http://www.uin-malang.ac.id/index.php?option=com_content&view=article&id=2672: makna-hari-pahlawan-bagi-peningkatan-kualitassdm&catid=35:artikeldosen&Itemid= 210.

Tanggapan:
Semangat perjuangan semestinya tidak luntur pada generasi sekarang, dengan semangat merdeka atau mati, maju terus pantang mundur, tentu hal ini mampu menjadi motivasi untuk menerapakan pengembangan yang lebih baik. Bukan malah sebaliknya, semangat ini memudar sehingga SDM bangsa ini malah terpuruk kepada hal-hal yang tidak diinginkan, seperti: KKN, gila jabatan, gila kekuasaan, politik kotor dan curang dan hal lainnya.
Kita bisa mengambil hikmah kemerdekaan dari korea selatan dan jepang. Dalam sejarah kemerdekaan mereka tidak berbedadengan hitory kemerdekaan indonesia. Mereka mampu mengembangkan SDM mereka kepada hal-hal yang mampu meningkatkan derajat bangsa mereka di mata dunia.

Artikel Ekonomi Kesehatan


Dampak Krisis terhadap Kesehatan Ibu dan Anak 
27 Januari 2009
Kekurangan gizi pada ibu dan anak senantiasa berhubungan dengan gangguan tumbuh kembang anak secara fisik, intelektual, dan sosial, yang dalam jangka panjang memengaruhi kualitas masa depan suatu bangsa. Krisis ekonomi berpotensi memperburuk situasi kesehatan ibu dan anak meskipun keterkaitannya tidak sederhana.
Salah satu kesimpulan dari pertemuan yang membahas dampak krisis ekonomi global pada anak di kawasan Asia Pasifik dan Timur, di Singapura, beberapa waktu lalu itu juga mengingatkan pada pernyataan Direktur the Aga Khan University, Zulfiqar A Bhutta bahwa pertumbuhan ekonomi hanya menyumbang sedikit pada penurunan angka kurang gizi terhadap ibu dan anak, tetapi dampak deteriorasi ekonomi sangat besar dan cepat.
Dalam pertemuan yang diselenggarakan Dana Perserikatan Bangsa-bangsa untuk Anak di kawasan Asia Timur dan Pasifik (Unicef EAPRO ) bersama National University of Singapore (NUS) dan Kementerian Luar Negeri Singapura itu terungkap, Asia-Pasifik pernah mencapai pertumbuhan ekonomi mulai dari 6 sampai 8 persen, tetapi hasilnya tidak banyak dinikmati kelompok miskin. EAPRO merupakan rumah bagi 600 juta orang dengan pendapatan 1 dollar AS per hari, standar lembaga-lembaga internasional-meski ukuran itu simplistic-untuk mengukur garis kemiskinan.
”Masalah gizi ibu dan anak belum terpecahkan di kawasan ini,” ujar Dr Mahesh S Patel dari Unicef EAPRO. Dengan 20 persen jumlah anak balita berberat badan rendah—di beberapa negara bahkan 50 persen—posisi EAPRO jauh dari target Tujuan Pembangunan Milenium (MDGs) dalam penghapusan kelaparan.
Siklus kekurangan gizi dan berat badan rendah akan berlanjut karena anak perempuan kurang gizi akan menjadi perempuan kurang gizi yang melahirkan bayi kurang gizi. ”Generasi yang hilang” bukan hanya ancaman. Situasi itu, menurut Prof Kishore Mahbubani dari NUS, sangat berbahaya bagi masa depan suatu bangsa. Itulah tantangan besar di kawasan Asia Pasifik yang ditengarai 150 akademisi, teknokrat, dan peneliti. ”Karena tidak ada sistem perlindungan sosial yang menjadi ’sekoci penyelamat’ ketika terjadi krisis,” ujar Dr Santosh Mehrothra, Penasihat Senior Komisi Perencanaan India.
Gambaran umum
Krisis ekonomi sangat berpengaruh terhadap kesehatan dan asupan gizi ibu hamil, menyusui, bayi dan anak balita, meski daya tahan terhadap dampak kurang pangan dan krisis sangat beragam. Hubungan antara tingginya harga pangan dan krisis ekonomi terhadap kondisi kesehatan dan gizi ibu dan anak, menurut Zulfiqar, sangat kompleks, bergantung pada sistem jaminan sosial dan peran swasta.
Krisis ekonomi berat di Peru akhir tahun 1980-an menyebabkan naiknya angka kematian anak 2,5 persen. Di banyak negara eks Uni Soviet, fluktuasi ekonomi yang tajam tahun 1990-an dikaitkan dengan kenaikan drastis angka bunuh diri orang dewasa, tetapi tak berpengaruh pada kesehatan anak. Hal itu mungkin terkait dengan kuatnya sistem kesehatan primer ibu dan anak di wilayah itu.
Di Indonesia, krisis keuangan 1997-1998 menyumbang pada naiknya angka kematian bayi dan anak balita sebesar 14 persen, angka anemia anak naik sebesar 50-65 persen, dan 15-19 persen pada ibu hamil. Harga obat dan biaya pelayanan kesehatan melonjak 60 persen (di Filipina 40 persen, Thailand 41 persen), angka orang sakit naik sampai 14,6 persen, kasus TB naik 14,6 persen, angka putus sekolah menengah naik 11 persen.
Krisis keuangan di Argentina pada akhir tahun 1990-an tidak berdampak pada angka kematian bayi dan anak balita, berbeda dengan krisis sebelumnya. Di Meksiko, angka kematian bayi dan anak balita naik 5-7 persen. Terhambatnya pertumbuhan janin pada masa kelaparan di Belanda tahun 1944-1945 menyumbang pada meningkatnya obesitas, risiko skizofrenia dan gangguan tingkah laku, tekanan darah, serta risiko penyakit jantung koroner puluhan tahun kemudian.
Kalau krisis keuangan global 2008 tidak diantisipasi, menurut estimasi jurnal kesehatan terkemuka di dunia, The Lancet, 35,3 persen dari 55 juta anak usia di bawah lima tahun di Asia Tenggara tumbuh kerdil, angka anemia ibu hamil naik 10-20 persen, dan bayi lahir berat badan rendah naik 5 sampai 10 persen.
”Perempuan adalah pihak terakhir yang mendapat manfaat meningkatnya pendapatan, tetapi yang pertama terkena dampak krisis dan kekurangan pangan. Situasi itu akan berdampak pada janin di kandungannya,” ujar Rita Bhatia dari Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO) Kantor Regional Bangkok.
Sistem jaminan social
Krisis 1997-1998 menegaskan pentingnya perencanaan investasi sosial jangka pendek, menengah, dan panjang dengan pendekatan terintegrasi sehingga mekanismenya mampu menggapai kelompok miskin dan yang mendekati kondisi ”hampir miskin” akibat krisis. Krisis selalu terkait dengan kemungkinan pemutusan hubungan kerja dan menurunnya kualitas hidup keluarga.
Menurut Prof Vitit Muntarbhorn, mantan Pelapor Khusus PBB mengenai Masalah Perdagangan Anak, mekanisme sistem perlindungan sosial itu seharusnya sudah disiapkan pada situasi terbaik dari kondisi ekonomi di suatu negara. ”Itu merupakan persiapan untuk menghadapi situasi apa pun,” ujarnya.
Deputi Menko Perekonomian Bidang Pertanian dan Kelautan Dr Bayu Krisnamurti mengingatkan, dalam situasi apa pun perempuan dan anak selalu dalam kondisi rentan. Selain itu, kemiskinan selalu bersifat multidimensi. ”Juga sangat kompleks,” tegas Dr Adi Sasongko dari Yayasan Kusuma Buana, yang mengingatkan keterkaitan kemiskinan dengan letak geografi, kondisi sosial, ekologi, dan budaya masyarakat. Semua itu memengaruhi pola perawatan dan pengasuhan anak, selain rendahnya kualitas pendidikan, khususnya pendidikan dasar yang didapat orangtua.
”Di Pulau Panggang, di gugusan Kepulauan Seribu, seorang anak mengonsumsi jajanan dengan kualitas buruk sampai Rp 30.000. Mereka minum susu kental manis dan orangtua mengira itu sudah cukup,” ujar dokter yang selama belasan tahun berkutat dengan masalah cacingan pada anak serta masalah anemia pada ibu, anak, dan remaja.

Oleh : Maria Hartiningsih (www.cetak.kompas.com)


Kesimpulan
Siklus kekurangan gizi dan berat badan rendah akan berlanjut karena anak perempuan kurang gizi akan menjadi perempuan kurang gizi yang melahirkan bayi kurang gizi. ”Generasi yang hilang” bukan hanya ancaman. Situasi ini, sangat berbahaya bagi masa depan suatu bangsa. Dan pertumbuhan ekonomi hanya menyumbang sedikit pada penurunan angka kurang gizi terhadap ibu dan anak, tetapi dampak deteriorasi ekonomi sangat besar dan cepat.
Krisis ekonomi sangat berpengaruh terhadap kesehatan dan asupan gizi ibu hamil, menyusui, bayi dan anak balita, meski daya tahan terhadap dampak kurang pangan dan krisis sangat beragam. Hubungan antara tingginya harga pangan dan krisis ekonomi terhadap kondisi kesehatan dan gizi ibu dan anak, sangat kompleks, bergantung pada sistem jaminan sosial dan peran swasta. Hal ini dapat terlihat pada krisis yang terjadi di indonesia, argentina dan negara lainnya.
Krisis menegaskan pentingnya perencanaan investasi sosial jangka pendek, menengah, dan panjang dengan pendekatan terintegrasi sehingga mekanismenya mampu menggapai kelompok miskin dan yang mendekati kondisi ”hampir miskin” akibat krisis. Krisis selalu terkait dengan kemungkinan pemutusan hubungan kerja dan menurunnya kualitas hidup keluarga.


Saran
Pengaruh krisis sangat berpengaruh terhadap kesehatan ibu dan anak, tentu kita tidak menginginkan terjadi los generation, maka sangat perlu upaya penanggulangan apabila terjadi krisis, karana banyak hal-hal yang bersifat negatif yang akan terjadi ketika krisis terjadi, misalnya: PHK besar-besaran, pengangguran, tungkat pendapatan yang rendah, adapun upya yang bisa di lakukan dalam menaggulangi krisis adalah:
( sepuluh arahan presiden RI )
  1. Selalu optimis
  2. Kebijakan dan tindakan yang tepat, serta kerja keras 
  3. Optimasi APBN. 
  4. Dunia usaha harus tetap bergerak. 
  5. Semua pihak harus cerdas menangkap peluang. 
  6. Penggunaan produk dalam negeri.
  7. Memperkokoh sinergi dan kemitraan.
  8. Menghindari ego sektoral.
  9. Mengutamakan kepentingan rakyat.
  10. Komunikasi yang tepat dan bijak.

Tahapan Pencegahan dan HL Bloem


SEMINAR DAN PENGEMBANGAN FROFESI KESEHATAN MASYARAKAT.

            A.    Tingkat–Tingkat Usaha Pencegahan
Leavell Dan Clark dalam bukunya “Preventive Medicine for the Doctor  in his community” membagi usaha pencegahan penyakit dalam lima tingkatan yang dapat di lakukan pada masa sebelum sakit dan pada masa sakit, yaitu:
·      Masa sebelum sakit.
a.       Meningkatkan/mempertinggi nilai kesehatan ( promotion Health)
b.      Memberikan perlindungan khusus terhadap suatu penyakit (specific protection)
·      Pada masa sakit
c.       Mengenal dan mengetahui jenis penyakit pada tingkat awal, serta mengadakan pengobatan yang tepat dan segera( early diagnosis and prompt treatment)
d.      Pembatasan kecacatan dan berusaha untuk menghilangkan gangguan kemampuan bekerja yang diakibatkan suatu penyakit ( disability limitation).
e.       Rehabilitation.

1.      Meningkatkan/mempertinggi nialai kesehatan.
Usaha ini merupakan pelayanan terhadap pemeliharaan kesehatan pada umumnya. Beberapa usaha di antaranya:
a)      Penyedian makanan sehat cukup kualitas, maupun kuantitasnya.
b)      Perbaikan higiene dan sanitasi lingkungan, seperti:
ü  penyedian air rumah tangga yang baik.
ü  Perbaikan cara pembuangan sampah, kotoran, air limbah dan sebagainya
ü  Dan lainnya
c)      Pendidikan kesehatan kepada masyarakat.
d)     Usaha kesehatan jiwa agar tercapai perkembangan kepribadian yang baik.
2.      Memberikan perlindungan khusus terhadap suatu penyakit.
Usaha ini merupakan tindakan terhadap penyakit-penyakit tertentu. Beberapa usaha diantaranya:
1.      Vaksisnasi untuk pencegahan penyakit-penyakit tertentu.
2.      Isolasi penderita penyakit menular.
3.      Pencegahan terjadinya kecelakaan baik ditempat umum maupun di tempat kerja.

3.      Mengenal dan mengetahui jenis penyakit pada tingkat awal, serta mengadakan pengobatan yang tepat dan segera.
Tujuan yang utama dari usaha ini adalah:
1)      Pengobatan yang setepat-tepatnya dan secepat-cepatnya dari setiap jenis penyakit sehingga tercapai penyembuhan yang sempurna dan segear.
2)      Pencegahan penularan kepada orang lain, bila penyakitnya menular.
3)      Mencegah terjadinya kecacatan yang diakibatkan suatu penaykit.
Beberapa usaha diantaranya:
·         Mencari penderita didalam masyarakat dengan jalan pemeriksaan: misalnya pemeriksaan darah, roengent paru-paru dan sebagainya dan segara memberikan pengobatan.
·         Mencari semua orang yang berhubungan dengan penderita penyakit menular (contact person) untuk diawasi apabila penyakitnya timbul segera diberikan pengobatan dan tindakan-tindakan lain yang perlu misalnya isolasi, desinfeksi dan sebagainya.
·         Pendidikan kesehatan kepada masyarakat agar mereka dapat mengenal gejala penyakit pada tinggal awal dan segera mencari pengobatan. Masyarakat perlu menyadari bahwa berhasil atau tidaknya usaha pengobatan, tidak hanya tergantung pada baiknya jenis obat serta keahlian tenaga kesehatan, melainkan tergantung kepada pengobatan itu di berikan.

·         Pengoabatan yang terlamabat akan menyebabkan:
ü  Usaha penyembuhan menjadi sulit, bahkan mungkin tidak dapat sembuh lagi seperti kanker (neoplasma) yang terlambat.
ü  Penderita si sakit menjadi lebih lama.
ü  Biaya untuk perawatan dan pengobatan menjadi lebih besar.

4.      Pembatasan kecacatan dan berusaha untuk menghilangkan gangguan kemampuan bekerja yang diakibatkan suatu penyakit.
Usaha ini merupakan lancutan dari usaha, yaitu dengan pengobatan dan perawatan yang sempurna agar penderita sembuh kembali dan tidak cacat. Bila sudah terjadi kecacatan maka di cegah agar kecacatan tersebut tidak bertambah berat ( dibatasi), dan fungsi dari alat tubuh yang menjadi cacat ini di pertahankan semaksimal mungkin.

5.      Rehabilitasi.
Rehabilitasi adalah usah untuk mengembalikan bekas penderita kedalm masyarakat,sehingga dapat berfungsi lagi sebagai anggota masyarakat yang berguna untuk dirinya dan masyarakat, semaksimal-maksimalnya sesuai kemampuannya. Rehabilitasi ini terdiri atas :
a)      Rehabilitasi fisik
Yaitu agar penderita memperoleh perbaikan fisik semaksima-maksimalnya. Misalnya, seseorang yang karena kecelakaan, patah kakinya,  perlu mendapatkan rehabilitasi dari kaki yang patah ini yaitu dengan mempergunakan kaki buatan yang fungsinya sama dengan kai yang sesungguhnya.
b)      Rehabilitasi mental.
Yaitu, agar bekas penderita dapat menyesuaikan diri dalam hubungan perorangan dan sosial memuaskan.sering kali bersamaan denganterjadinya cacat pada badaniah muncul pula kelainan-kelainan atau gangguan mental.Untuk hal ini bekas penderita perlu mendapatkan bimbingan kejiaan sebelum kembali kedalam masyarakat.
c)      Rehabilitasi sosial vokasional.
Yaitu , agar bekas penderita menempati suatu pekerjaan atau jabatan dalam masyarakat dalam kapasitas kerja yang semaksimal nya sesuai dengan kemampuan dan ketidakmampuannya.
d)     Rehabilitasi Aesthetis
Usaha rehabilitas aesthetis perlu dilakukan untuk mengembalikan rasa keindahan, walaupun kadang – kadang fungsi dari alat tubuhnya itu sendiri tidak dapat dikembalikan misalnya : penggunaan mata palsu.
Usaha pengembalian bekas penderita ini ke dalam masyarakat, memerlukan bantuan dan pengertian dari segenap anggota masyarakat untuk dapat mengerti dan memahami keadaan mereka (fisik, mental dan kemampuannya) sehingga memudahkan mereka dalam proses penyesuaian dirinya dalam masyarakat, dalam keadaan nya sekarang ini.
Sikap yang diharapkan dari warga masyarakat adalah sesuai dengan falsafah pancasila yang berdasarkan unsur kemanusiaan dan keadilan sosial. Mereka yang direhabilitasi ini memerlukan bantuan dari setiap warga masyarakat, bukan hanya berdasarkan belas kasihan semata – mata, melainkan berdasarkan hak asasi nya sebagai manusia.

           B.     Indikator yang Mempengaruhi Derajat Kesehatan
Konsep hidup sehat H.L.Blum sampai saat ini masih relevan untuk diterapkan. Kondisi sehat secara holistik bukan saja kondisi sehat secara fisik melainkan juga spiritual dan sosial dalam bermasyarakat. Untuk menciptakan kondisi sehat seperti ini diperlukan suatu keharmonisan dalam menjaga kesehatan tubuh. H.L Blum menjelaskan ada empat faktor utama yang mempengaruhi derajat kesehatan masyarakat. Keempat faktor tersebut merupakan faktor determinan timbulnya masalah kesehatan.
Keempat faktor tersebut terdiri dari faktor perilaku/gaya hidup (life style), faktor lingkungan (sosial, ekonomi, politik, budaya), faktor pelayanan kesehatan (jenis cakupan dan kualitasnya) dan faktor genetik (keturunan). Keempat faktor tersebut saling berinteraksi yang mempengaruhi kesehatan perorangan dan derajat kesehatan masyarakat. Diantara faktor tersebut faktor perilaku manusia merupakan faktor determinan yang paling besar dan paling sukar ditanggulangi, disusul dengan faktor lingkungan. Hal ini disebabkan karena faktor perilaku yang lebih dominan dibandingkan dengan faktor lingkungan karena lingkungan hidup manusia juga sangat dipengaruhi oleh perilaku masyarakat.
Di zaman yang semakin maju seperti sekarang ini maka cara pandang kita terhadap kesehatan juga mengalami perubahan. Apabila dahulu kita mempergunakan paradigma sakit yakni kesehatan hanya dipandang sebagai upaya menyembuhkan orang yang sakit dimana terjalin hubungan dokter dengan pasien (dokter dan pasien). Namun sekarang konsep yang dipakai adalah paradigma sehat, dimana upaya kesehatan dipandang sebagai suatu tindakan untuk menjaga dan meningkatkan derajat kesehatan individu ataupun masyarakat (SKM dan masyarakat).
Dengan demikian konsep paradigma sehat H.L. Blum memandang pola hidup sehat seseorang secara holistik dan komprehensif. Masyarakat yang sehat tidak dilihat dari sudut pandang tindakan penyembuhan penyakit melainkan upaya yang berkesinambungan dalam menjaga dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Peranan Sarjana Kesehatan Masyarakat dalam hal ini memegang kendali dominan dibandingkan peranan dokter. Sebab hubungan dokter dengan pasien hanya sebatas individu dengan individu tidak secara langsung menyentuh masyarakat luas. Ditambah lagi kompetensi dalam memanagement program lebih dikuasai lulusan SKM sehingga dalam perkembangannya SKM menjadi ujung tombak program kesehatan di negara-negara maju.
Untuk negara berkembang seperti Indonesia justru, paradigma sakit yang digunakan. Dimana kebijakan pemerintah berorientasi pada penyembuhan pasien sehingga terlihat jelas peranan dokter, perawat dan bidan sebagai tenaga medis dan paramedis mendominasi. Padahal upaya semacam itu sudah lama ditinggalkan karena secara financial justru merugikan Negara. Anggaran APBN untuk pendanaan kesehatan diIndonesiasemakin tinggi dan sebagian besar digunakan untuk upaya pengobatan seperti pembelian obat, sarana kesehatan dan pembangunan gedung. Seharusnya untuk meningkatan derajat kesehatan kita harus menaruh perhatian besar pada akar masalahnya dan selanjutnya melakukan upaya pencegahannya. Untuk itulah maka upaya kesehatan harus fokus pada upaya preventif (pencegahan) bukannya curative (pengobatan).
Namun yang terjadi anggaran untuk meningkatkan derajat kesehatan melalui program promosi dan preventif dikurangi secara signifikan. Akibat yang ditimbulkan adalah banyaknya masyarakat yang kekurangan gizi, biaya obat untuk puskesmas meningkat, pencemaran lingkungan tidak terkendali dan korupsi penggunaan askeskin. Dampak sampingan yang terjadi tersebut dapat timbul karena kebijakan kita yang keliru.
Semua Negara di dunia menggunakan konsep Blum dalam menjaga kesehatan warga negaranya. Untuk Negara maju saat ini sudah fokus pada peningkatan kualitas sumber daya manusia. Sehingga asupan makanan anak-anak mereka begitu dijaga dari segi gizi sehingga akan melahirkan keturunan yang berbobot. Kondisi yang berseberangan dialamiIndonesiasebagai Negara agraris, segala regulasi pemerintah tentang kesehatan malah fokus pada penanggulangan kekurangan gizi masyarakatnya. Bahkan dilematisnya banyak masyarakatkotayang mengalami kekurangan gizi. Padahal dari hasil penelitian membuktikan wilayahIndonesiapotensial sebagai lahan pangan dan perternakan karena wilayahnya yang luas dengan topografi yang mendukung.Adaapa dengan pemerintah?. Satu jawaban yang pasti seringkali dalam analisis kesehatan pemerintah kurang mempertimbangkan pendapat ahli kesehatan masyarakat (public health) sehingga kebijakan yang dibuat cuma dari sudut pandang kejadian sehat-sakit.
Dalam konsep Blum ada 4 faktor determinan yang dikaji, masing-masing faktor saling keterkaitan berikut penjelasannya :
1.      Perilaku masyarakat
Perilaku masyarakat dalam menjaga kesehatan sangat memegang peranan penting untuk mewujudkan Indonesia Sehat 2010. Hal ini dikarenakan budaya hidup bersih dan sehat harus dapat dimunculkan dari dalam diri masyarakat untuk menjaga kesehatannya. Diperlukan suatu program untuk menggerakan masyarakat menuju satu misi Indonesia Sehat 2010. Sebagai tenaga motorik tersebut adalah orang yang memiliki kompetensi dalam menggerakan masyarakat dan paham akan nilai kesehatan masyarakat. Masyarakat yang berperilaku hidup bersih dan sehat akan menghasilkan budaya menjaga lingkungan yang bersih dan sehat.
Pembuatan peraturan tentang berperilaku sehat juga harus dibarengi dengan pembinaan untuk menumbuhkan kesadaran pada masyarakat. Sebab, apabila upaya dengan menjatuhkan sanksi hanya bersifat jangka pendek. Pembinaan dapat dimulai dari lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat. Tokoh-tokoh masyarakat sebagai role model harus diajak turut serta dalam menyukseskan program-program kesehatan.

2.      Lingkungan
Berbicara mengenai lingkungan sering kali kita meninjau dari kondisi fisik. Lingkungan yang memiliki kondisi sanitasi buruk dapat menjadi sumber berkembangnya penyakit. Hal ini jelas membahayakan kesehatan masyarakat kita. Terjadinya penumpukan sampah yang tidak dapat dikelola dengan baik, polusi udara, air dan tanah juga dapat menjadi penyebab. Upaya menjaga lingkungan menjadi tanggung jawab semua pihak untuk itulah perlu kesadaran semua pihak.
Puskesmas sendiri memiliki program kesehatan lingkungan dimana berperan besar dalam mengukur, mengawasi, dan menjaga kesehatan lingkungan masyarakat. namun dilematisnya di puskesmas jumlah tenaga kesehatan lingkungan sangat terbatas padahal banyak penyakit yang berasal dari lingkungan kita seperti diare, demam berdarah, malaria, TBC, cacar dan sebagainya.
Disamping lingkungan fisik juga ada lingkungan sosial yang berperan. Sebagai mahluk sosial kita membutuhkan bantuan orang lain, sehingga interaksi individu satu dengan yang lainnya harus terjalin dengan baik. Kondisi lingkungan sosial yang buruk dapat menimbulkan masalah kejiwaan.
3.      Pelayanan kesehatan
Kondisi pelayanan kesehatan juga menunjang derajat kesehatan masyarakat. Pelayanan kesehatan yang berkualitas sangatlah dibutuhkan. Masyarakat membutuhkan posyandu, puskesmas, rumah sakit dan pelayanan kesehatan lainnya untuk membantu dalam mendapatkan pengobatan dan perawatan kesehatan. Terutama untuk pelayanan kesehatan dasar yang memang banyak dibutuhkan masyarakat. Kualitas dan kuantitas sumber daya manusia di bidang kesehatan juga mesti ditingkatkan.
Puskesmas sebagai garda terdepan dalam pelayanan kesehatan masyarakat sangat besar perananya. sebab di puskesmaslah akan ditangani masyarakat yang membutuhkan edukasi dan perawatan primer. Peranan Sarjana Kesehatan Masyarakat sebagai manager yang memiliki kompetensi di bidang manajemen kesehatan dibutuhkan dalam menyusun program-program kesehatan. Utamanya program-program pencegahan penyakit yang bersifat preventif sehingga masyarakat tidaka banyak yang jatuh sakit.
Banyak kejadian kematian yang seharusnya dapat dicegah seperti diare, demam berdarah, malaria, dan penyakit degeneratif yang berkembang saat ini seperti jantung karoner, stroke, diabetes militus dan lainnya. penyakit itu dapat dengan mudah dicegah asalkan masyarakat paham dan melakukan nasehat dalam menjaga kondisi lingkungan dan kesehatannya.

4.      Genetik
Seperti apa keturunan generasi muda yang diinginkan ???. Pertanyaan itu menjadi kunci dalam mengetahui harapan yang akan datang. Nasib suatu bangsa ditentukan oleh kualitas generasi mudanya. Oleh sebab itu kita harus terus meningkatkan kualitas generasi muda kita agar mereka mampu berkompetisi dan memiliki kreatifitas tinggi dalam membangun bangsanya.
Dalam hal ini kita harus memperhatikan status gizi balita sebab pada masa inilah perkembangan otak anak yang menjadi asset kita dimasa mendatang. Namun masih banyak saja anakIndonesiayang status gizinya kurang bahkan buruk. Padahal potensi alamIndonesiacukup mendukung. oleh sebab itulah program penanggulangan kekurangan gizi dan peningkatan status gizi masyarakat masih tetap diperlukan. Utamanya program Posyandu yang biasanya dilaksanakan di tingkat RT/RW. Dengan berjalannya program ini maka akan terdeteksi secara dini status gizi masyarakat dan cepat dapat tertangani.
Program pemberian makanan tambahan di posyandu masih perlu terus dijalankan, terutamanya daeraha yang miskin dan tingkat pendidikan masyarakatnya rendah. Pengukuran berat badan balita sesuai dengan kms harus rutin dilakukan. Hal ini untuk mendeteksi secara dini status gizi balita. Bukan saja pada gizi kurang kondisi obesitas juga perlu dihindari. Bagaimana kualitas generasi mendatang sangat menentukan kualitas bangas Indonesia mendatang.