A. Tingkat–Tingkat Usaha Pencegahan
Leavell
Dan Clark dalam bukunya “Preventive Medicine for the Doctor in his community” membagi usaha pencegahan
penyakit dalam lima tingkatan yang dapat di lakukan pada masa sebelum sakit dan
pada masa sakit, yaitu:
· Masa
sebelum sakit.
a. Meningkatkan/mempertinggi
nilai kesehatan ( promotion Health)
b. Memberikan
perlindungan khusus terhadap suatu penyakit (specific protection)
· Pada
masa sakit
c. Mengenal
dan mengetahui jenis penyakit pada tingkat awal, serta mengadakan pengobatan
yang tepat dan segera( early diagnosis and prompt treatment)
d. Pembatasan
kecacatan dan berusaha untuk menghilangkan gangguan kemampuan bekerja yang
diakibatkan suatu penyakit ( disability limitation).
e. Rehabilitation.
1. Meningkatkan/mempertinggi
nialai kesehatan.
Usaha ini merupakan pelayanan terhadap
pemeliharaan kesehatan pada umumnya. Beberapa usaha di antaranya:
a) Penyedian
makanan sehat cukup kualitas, maupun kuantitasnya.
b) Perbaikan
higiene dan sanitasi lingkungan, seperti:
ü penyedian
air rumah tangga yang baik.
ü Perbaikan
cara pembuangan sampah, kotoran, air limbah dan sebagainya
ü Dan
lainnya
c) Pendidikan
kesehatan kepada masyarakat.
d) Usaha
kesehatan jiwa agar tercapai perkembangan kepribadian yang baik.
2. Memberikan
perlindungan khusus terhadap suatu penyakit.
Usaha ini merupakan tindakan terhadap
penyakit-penyakit tertentu. Beberapa usaha diantaranya:
1. Vaksisnasi
untuk pencegahan penyakit-penyakit tertentu.
2. Isolasi
penderita penyakit menular.
3. Pencegahan
terjadinya kecelakaan baik ditempat umum maupun di tempat kerja.
3. Mengenal
dan mengetahui jenis penyakit pada tingkat awal, serta mengadakan pengobatan
yang tepat dan segera.
Tujuan yang utama dari usaha ini adalah:
1) Pengobatan
yang setepat-tepatnya dan secepat-cepatnya dari setiap jenis penyakit sehingga
tercapai penyembuhan yang sempurna dan segear.
2) Pencegahan
penularan kepada orang lain, bila penyakitnya menular.
3) Mencegah
terjadinya kecacatan yang diakibatkan suatu penaykit.
Beberapa usaha diantaranya:
·
Mencari penderita didalam masyarakat
dengan jalan pemeriksaan: misalnya pemeriksaan darah, roengent paru-paru dan
sebagainya dan segara memberikan pengobatan.
·
Mencari semua orang yang berhubungan
dengan penderita penyakit menular (contact person) untuk diawasi apabila
penyakitnya timbul segera diberikan pengobatan dan tindakan-tindakan lain yang
perlu misalnya isolasi, desinfeksi dan sebagainya.
·
Pendidikan kesehatan kepada masyarakat
agar mereka dapat mengenal gejala penyakit pada tinggal awal dan segera mencari
pengobatan. Masyarakat perlu menyadari bahwa berhasil atau tidaknya usaha
pengobatan, tidak hanya tergantung pada baiknya jenis obat serta keahlian
tenaga kesehatan, melainkan tergantung kepada pengobatan itu di berikan.
·
Pengoabatan yang terlamabat akan
menyebabkan:
ü Usaha
penyembuhan menjadi sulit, bahkan mungkin tidak dapat sembuh lagi seperti
kanker (neoplasma) yang terlambat.
ü Penderita
si sakit menjadi lebih lama.
ü Biaya
untuk perawatan dan pengobatan menjadi lebih besar.
4. Pembatasan
kecacatan dan berusaha untuk menghilangkan gangguan kemampuan bekerja yang
diakibatkan suatu penyakit.
Usaha ini merupakan lancutan dari usaha,
yaitu dengan pengobatan dan perawatan yang sempurna agar penderita sembuh
kembali dan tidak cacat. Bila sudah terjadi kecacatan maka di cegah agar
kecacatan tersebut tidak bertambah berat ( dibatasi), dan fungsi dari alat
tubuh yang menjadi cacat ini di pertahankan semaksimal mungkin.
5. Rehabilitasi.
Rehabilitasi adalah usah untuk
mengembalikan bekas penderita kedalm masyarakat,sehingga dapat berfungsi lagi
sebagai anggota masyarakat yang berguna untuk dirinya dan masyarakat,
semaksimal-maksimalnya sesuai kemampuannya. Rehabilitasi ini terdiri atas :
a) Rehabilitasi
fisik
Yaitu agar penderita memperoleh
perbaikan fisik semaksima-maksimalnya. Misalnya, seseorang yang karena
kecelakaan, patah kakinya, perlu
mendapatkan rehabilitasi dari kaki yang patah ini yaitu dengan mempergunakan
kaki buatan yang fungsinya sama dengan kai yang sesungguhnya.
b) Rehabilitasi
mental.
Yaitu, agar bekas penderita dapat
menyesuaikan diri dalam hubungan perorangan dan sosial memuaskan.sering kali
bersamaan denganterjadinya cacat pada badaniah muncul pula kelainan-kelainan
atau gangguan mental.Untuk hal ini bekas penderita perlu mendapatkan bimbingan
kejiaan sebelum kembali kedalam masyarakat.
c) Rehabilitasi
sosial vokasional.
Yaitu , agar bekas penderita menempati
suatu pekerjaan atau jabatan dalam masyarakat dalam kapasitas kerja yang
semaksimal nya sesuai dengan kemampuan dan ketidakmampuannya.
d) Rehabilitasi
Aesthetis
Usaha rehabilitas aesthetis perlu
dilakukan untuk mengembalikan rasa keindahan, walaupun kadang – kadang fungsi
dari alat tubuhnya itu sendiri tidak dapat dikembalikan misalnya : penggunaan
mata palsu.
Usaha pengembalian bekas penderita ini
ke dalam masyarakat, memerlukan bantuan dan pengertian dari segenap anggota
masyarakat untuk dapat mengerti dan memahami keadaan mereka (fisik, mental dan
kemampuannya) sehingga memudahkan mereka dalam proses penyesuaian dirinya dalam
masyarakat, dalam keadaan nya sekarang ini.
Sikap yang diharapkan dari warga
masyarakat adalah sesuai dengan falsafah pancasila yang berdasarkan unsur
kemanusiaan dan keadilan sosial. Mereka yang direhabilitasi ini memerlukan
bantuan dari setiap warga masyarakat, bukan hanya berdasarkan belas kasihan
semata – mata, melainkan berdasarkan hak asasi nya sebagai manusia.
B.
Indikator
yang Mempengaruhi Derajat Kesehatan
Konsep hidup sehat H.L.Blum sampai saat
ini masih relevan untuk diterapkan. Kondisi sehat secara holistik bukan saja
kondisi sehat secara fisik melainkan juga spiritual dan sosial dalam
bermasyarakat. Untuk menciptakan kondisi sehat seperti ini diperlukan suatu
keharmonisan dalam menjaga kesehatan tubuh. H.L Blum menjelaskan ada empat
faktor utama yang mempengaruhi derajat kesehatan masyarakat. Keempat faktor
tersebut merupakan faktor determinan timbulnya masalah kesehatan.
Keempat faktor tersebut terdiri dari
faktor perilaku/gaya hidup (life style), faktor lingkungan (sosial, ekonomi,
politik, budaya), faktor pelayanan kesehatan (jenis cakupan dan kualitasnya)
dan faktor genetik (keturunan). Keempat faktor tersebut saling berinteraksi
yang mempengaruhi kesehatan perorangan dan derajat kesehatan masyarakat.
Diantara faktor tersebut faktor perilaku manusia merupakan faktor determinan
yang paling besar dan paling sukar ditanggulangi, disusul dengan faktor
lingkungan. Hal ini disebabkan karena faktor perilaku yang lebih dominan
dibandingkan dengan faktor lingkungan karena lingkungan hidup manusia juga
sangat dipengaruhi oleh perilaku masyarakat.
Di zaman yang semakin maju seperti
sekarang ini maka cara pandang kita terhadap kesehatan juga mengalami
perubahan. Apabila dahulu kita mempergunakan paradigma sakit yakni kesehatan
hanya dipandang sebagai upaya menyembuhkan orang yang sakit dimana terjalin
hubungan dokter dengan pasien (dokter dan pasien). Namun sekarang konsep yang
dipakai adalah paradigma sehat, dimana upaya kesehatan dipandang sebagai suatu
tindakan untuk menjaga dan meningkatkan derajat kesehatan individu ataupun
masyarakat (SKM dan masyarakat).
Dengan demikian konsep paradigma sehat
H.L. Blum memandang pola hidup sehat seseorang secara holistik dan
komprehensif. Masyarakat yang sehat tidak dilihat dari sudut pandang tindakan
penyembuhan penyakit melainkan upaya yang berkesinambungan dalam menjaga dan
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Peranan Sarjana Kesehatan Masyarakat
dalam hal ini memegang kendali dominan dibandingkan peranan dokter. Sebab
hubungan dokter dengan pasien hanya sebatas individu dengan individu tidak
secara langsung menyentuh masyarakat luas. Ditambah lagi kompetensi dalam
memanagement program lebih dikuasai lulusan SKM sehingga dalam perkembangannya
SKM menjadi ujung tombak program kesehatan di negara-negara maju.
Untuk negara berkembang seperti
Indonesia justru, paradigma sakit yang digunakan. Dimana kebijakan pemerintah
berorientasi pada penyembuhan pasien sehingga terlihat jelas peranan dokter,
perawat dan bidan sebagai tenaga medis dan paramedis mendominasi. Padahal upaya
semacam itu sudah lama ditinggalkan karena secara financial justru merugikan
Negara. Anggaran APBN untuk pendanaan kesehatan diIndonesiasemakin tinggi dan
sebagian besar digunakan untuk upaya pengobatan seperti pembelian obat, sarana
kesehatan dan pembangunan gedung. Seharusnya untuk meningkatan derajat
kesehatan kita harus menaruh perhatian besar pada akar masalahnya dan
selanjutnya melakukan upaya pencegahannya. Untuk itulah maka upaya kesehatan
harus fokus pada upaya preventif (pencegahan) bukannya curative (pengobatan).
Namun yang terjadi anggaran untuk
meningkatkan derajat kesehatan melalui program promosi dan preventif dikurangi
secara signifikan. Akibat yang ditimbulkan adalah banyaknya masyarakat yang
kekurangan gizi, biaya obat untuk puskesmas meningkat, pencemaran lingkungan
tidak terkendali dan korupsi penggunaan askeskin. Dampak sampingan yang terjadi
tersebut dapat timbul karena kebijakan kita yang keliru.
Semua Negara di dunia menggunakan konsep
Blum dalam menjaga kesehatan warga negaranya. Untuk Negara maju saat ini sudah
fokus pada peningkatan kualitas sumber daya manusia. Sehingga asupan makanan
anak-anak mereka begitu dijaga dari segi gizi sehingga akan melahirkan
keturunan yang berbobot. Kondisi yang berseberangan dialamiIndonesiasebagai
Negara agraris, segala regulasi pemerintah tentang kesehatan malah fokus pada
penanggulangan kekurangan gizi masyarakatnya. Bahkan dilematisnya banyak
masyarakatkotayang mengalami kekurangan gizi. Padahal dari hasil penelitian
membuktikan wilayahIndonesiapotensial sebagai lahan pangan dan perternakan
karena wilayahnya yang luas dengan topografi yang mendukung.Adaapa dengan
pemerintah?. Satu jawaban yang pasti seringkali dalam analisis kesehatan
pemerintah kurang mempertimbangkan pendapat ahli kesehatan masyarakat (public health)
sehingga kebijakan yang dibuat cuma dari sudut pandang kejadian sehat-sakit.
Dalam konsep Blum ada 4 faktor
determinan yang dikaji, masing-masing faktor saling keterkaitan berikut
penjelasannya :
1. Perilaku
masyarakat
Perilaku masyarakat dalam menjaga
kesehatan sangat memegang peranan penting untuk mewujudkan Indonesia Sehat
2010. Hal ini dikarenakan budaya hidup bersih dan sehat harus dapat dimunculkan
dari dalam diri masyarakat untuk menjaga kesehatannya. Diperlukan suatu program
untuk menggerakan masyarakat menuju satu misi Indonesia Sehat 2010. Sebagai
tenaga motorik tersebut adalah orang yang memiliki kompetensi dalam menggerakan
masyarakat dan paham akan nilai kesehatan masyarakat. Masyarakat yang
berperilaku hidup bersih dan sehat akan menghasilkan budaya menjaga lingkungan
yang bersih dan sehat.
Pembuatan peraturan tentang berperilaku
sehat juga harus dibarengi dengan pembinaan untuk menumbuhkan kesadaran pada
masyarakat. Sebab, apabila upaya dengan menjatuhkan sanksi hanya bersifat
jangka pendek. Pembinaan dapat dimulai dari lingkungan keluarga, sekolah, dan
masyarakat. Tokoh-tokoh masyarakat sebagai role model harus diajak turut serta
dalam menyukseskan program-program kesehatan.
2. Lingkungan
Berbicara mengenai lingkungan sering
kali kita meninjau dari kondisi fisik. Lingkungan yang memiliki kondisi
sanitasi buruk dapat menjadi sumber berkembangnya penyakit. Hal ini jelas
membahayakan kesehatan masyarakat kita. Terjadinya penumpukan sampah yang tidak
dapat dikelola dengan baik, polusi udara, air dan tanah juga dapat menjadi
penyebab. Upaya menjaga lingkungan menjadi tanggung jawab semua pihak untuk
itulah perlu kesadaran semua pihak.
Puskesmas sendiri memiliki program
kesehatan lingkungan dimana berperan besar dalam mengukur, mengawasi, dan menjaga
kesehatan lingkungan masyarakat. namun dilematisnya di puskesmas jumlah tenaga
kesehatan lingkungan sangat terbatas padahal banyak penyakit yang berasal dari
lingkungan kita seperti diare, demam berdarah, malaria, TBC, cacar dan
sebagainya.
Disamping lingkungan fisik juga ada
lingkungan sosial yang berperan. Sebagai mahluk sosial kita membutuhkan bantuan
orang lain, sehingga interaksi individu satu dengan yang lainnya harus terjalin
dengan baik. Kondisi lingkungan sosial yang buruk dapat menimbulkan masalah
kejiwaan.
3. Pelayanan
kesehatan
Kondisi pelayanan kesehatan juga
menunjang derajat kesehatan masyarakat. Pelayanan kesehatan yang berkualitas
sangatlah dibutuhkan. Masyarakat membutuhkan posyandu, puskesmas, rumah sakit
dan pelayanan kesehatan lainnya untuk membantu dalam mendapatkan pengobatan dan
perawatan kesehatan. Terutama untuk pelayanan kesehatan dasar yang memang
banyak dibutuhkan masyarakat. Kualitas dan kuantitas sumber daya manusia di
bidang kesehatan juga mesti ditingkatkan.
Puskesmas sebagai garda terdepan dalam
pelayanan kesehatan masyarakat sangat besar perananya. sebab di puskesmaslah
akan ditangani masyarakat yang membutuhkan edukasi dan perawatan primer.
Peranan Sarjana Kesehatan Masyarakat sebagai manager yang memiliki kompetensi
di bidang manajemen kesehatan dibutuhkan dalam menyusun program-program
kesehatan. Utamanya program-program pencegahan penyakit yang bersifat preventif
sehingga masyarakat tidaka banyak yang jatuh sakit.
Banyak kejadian kematian yang seharusnya
dapat dicegah seperti diare, demam berdarah, malaria, dan penyakit degeneratif
yang berkembang saat ini seperti jantung karoner, stroke, diabetes militus dan
lainnya. penyakit itu dapat dengan mudah dicegah asalkan masyarakat paham dan
melakukan nasehat dalam menjaga kondisi lingkungan dan kesehatannya.
Seperti apa keturunan generasi muda yang
diinginkan ???. Pertanyaan itu menjadi kunci dalam mengetahui harapan yang akan
datang. Nasib suatu bangsa ditentukan oleh kualitas generasi mudanya. Oleh
sebab itu kita harus terus meningkatkan kualitas generasi muda kita agar mereka
mampu berkompetisi dan memiliki kreatifitas tinggi dalam membangun bangsanya.
Dalam hal ini kita harus memperhatikan
status gizi balita sebab pada masa inilah perkembangan otak anak yang menjadi
asset kita dimasa mendatang. Namun masih banyak saja anakIndonesiayang status
gizinya kurang bahkan buruk. Padahal potensi alamIndonesiacukup mendukung. oleh
sebab itulah program penanggulangan kekurangan gizi dan peningkatan status gizi
masyarakat masih tetap diperlukan. Utamanya program Posyandu yang biasanya
dilaksanakan di tingkat RT/RW. Dengan berjalannya program ini maka akan
terdeteksi secara dini status gizi masyarakat dan cepat dapat tertangani.
Program pemberian makanan tambahan di
posyandu masih perlu terus dijalankan, terutamanya daeraha yang miskin dan
tingkat pendidikan masyarakatnya rendah. Pengukuran berat badan balita sesuai
dengan kms harus rutin dilakukan. Hal ini untuk mendeteksi secara dini status
gizi balita. Bukan saja pada gizi kurang kondisi obesitas juga perlu dihindari.
Bagaimana kualitas generasi mendatang sangat menentukan kualitas bangas
Indonesia mendatang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar