Rabu, 31 Oktober 2012

Artikel Pengembangan SDM


Makna Hari Pahlawan bagi Peningkatan Kualitas SDM
Ditulis oleh Aries Musnandar:   Kamis, 10 November 2011 15:45

(Antara Merebut dan Mengisi Kemerdekaan)
Pada masa lalu baik menjelang maupun saat mempertahankan kemerdekaan RI julukan pahlawan melekat erat bagi mereka yang secara fisik berjuang memperebutkan dan mempertahankan kemerdekaan RI. Semboyan atau slogan merdeka atau mati, maju terus pantang mundur  kala itu mampu membakar semangat para pejuang kemerdekaan. Kata-kata heroik tersebut terus menerus di dengang dengungkan tidak hanya oleh para pejuang di medan tempur tetapi juga oleh rakyat kecil yang tidak terlibat dalam pertempuran langsung.
Melalui kata-kata nan patriotik segala komponen bangsa bersatu padu bergotong royong, bahu membahu menuju satu sasaran yakni meraih kemerdekaan, bebas dari belenggu penjajahan kolonialisme.  Seruan merdeka dan maju terus pantang mundur menggema dimana-mana baik saat di medan pertempuran maupun tatkala para anak bangsa saling bertemu di jalan, di pasar, di pusat keramaian,  di kampung-kampung pelosok desa tak henti-hentinya rakyat dan pejuang kemerdekaan mengumandangkannya. Akhirnya dengan teriakan yel-yel Merdeka atau Mati" semangat pantang menyerah merasuki jiwa sebagian besar anak bangsa dan membawa bangsa ini berhasil merebut kemerdekaan dan mempertahankan kedaulatannya setelah memproklamasikan kemerdekaan RI oleh dwi tunggal Soekarno-Hatta.
Betapa kekuatan slogan merdeka atau mati, maju terus pantang mundur dapat membuat bangsa ini menunjukkan kinerja luar biasa dalam mengusir penjajah. Pada masa itu kita tidak memiliki persenjataan memadai malah banyak dari pejuang bermodalkan bambu runcing berhadapan "face to face" dengan sang tentara penjajah dan antek-anteknya yang menggunakan persenjataan canggih termasuk pesawat tempur udara. Namun pejuang dan rakyat tidak gentar sedikit pun, semboyan maju terus pantang mudur, merdeka atau mati seolah menjadi senjata paling canggih dan amunisi yang tak pernah habis dalam menghadapi musuh. Begitu dahsyatnya inspirasi diperoleh sehingga pejuang kemerdekaan menggebu gebu melawan penjajah, pejuang tidak takut mati. Semboyan ini turut menyatukan perbedaan latar belakang warga bangsa, sehingga menasional lintas etnis, suku, agama dan asal usul.
Kita pun mengakui bahwa disamping slogan merdeka atau mati terdapat pula gema takbir "Allahu Akbar" yang dikumandangkan para pejuang muslim saat bertempur melawan penjajah. Dahsyatnya teriakan Allahu Akbar yang menggema saat pertempuran  Surabaya pada 10 November 1945 yang dipandu Bung Tomo  (yang akhirnya menjadi Pahlawan Nasional) mampu mengobarkan semangat patrotisme dan kepahlawanan luar biasa arek-arek Suroboyo.   Pertempuran di Surabaya itu adalah perang pertama pasukan (pejuang) Indonesia dengan pasukan asing setelah kemerdekaan RI pada 17 Agustus 1945 serta merupakan satu pertempuran besar dan terberat sepanjang sejarah mempertahankan kemerdekaam RI. Kejadian ini akhirnya menjadi simbol nasional atas perlawanan gagah berani bangsa ini  terhadap (bentuk) kolonialisme serta diperingati setiap tahunnya sebagai hari Pahlawan
Pada era mengisi kemerdekaan aktivitas membangun di segala sektor kehidupan tidaklah beda secara hakiki dengan merebut kemerdekaan. Keduanya (merebut dan mengisi kemerdekaan) adalah suatu proses yang tidak boleh dipisah-pisahkan. Dalam mengisi kemerdekaan kita perlu belajar dari kesuksesan para pejuang ketika merebut kemerdekaan. Disamping memiliki pemimpin patriot yang sangat peduli dengan rakyat, bangsa ini memiliki berbagai slogan yang menggugah semangat hidup rakyat. Fenomena ini lalu dapat menjalar dan diejawantahkan ke dalam kehidupan sehari-hari sehingga mampu meningkatkan kualitas unjuk kerja rakyat. Kualitas manusia Indonesia kala itu sangat unggul baik secara ideologis-idealisme, mentalitas-spiritualitas, maupun etika moralitas. Bahkan, secara fisik jasmani pun kita cukup andal. Ini terbukti, meski postur tubuh olahragawan tidak besar ternyata prestasi olahraga cukup membanggakan, padahal situasi ketika itu masih serba keterbatasan fasilitas.
Semboyan-semboyan bangsa kini nyaris sirna dan tidak lagi mengandung efek getar yang kuat untuk mengibarkan bendera perang terhadap musuh-musuh pembangunan kesejahteraan rakyat seperti perilaku tindak korupsi (KKN), rendahnya etos kerja, maraknya jalan pintas,  gila jabatan, ketamakan dan keserakahan elite bangsa, serta berbagai perilaku tercela lainnya.
Mengambil hikmah dari fenomena diatas bahwa internalisasi slogan merdeka atau mati, maju terus pantang mundur dan gema takbir Allahu Akbar kepada para  pejuang ternyata telah berhasil mengibarkan semangat kebangsaan  serta memotivasi mereka dalam meraih tujuan nasional yakni kemerdekaan. Sayangnya, setelah 66 tahun semangat kepahlawanan yang pernah diperagakan para anak bangsa itu mulai memudar untuk tidak mengatakannya menghilang. Penguasa berikutnya yang meneruskan roda pemerintahan tampak kurang peduli atas slogan, yel-yel yang telah terbukti mampu mempersatukan segenap komponen bangsa. Padahal, jika dicermati dengan seksama Negara-negara yang menginternalisasikan slogan ciri khasnya secara meluas ditengah-tengah masyarakat telah membuktikan keampuhannya.
Ada dua Negara di Asia ini yang telah mewujudnyatakan slogan hidup menjadi bagian tak terpisahkan dari etos kerja sehari-hari  rakyatnya secara masif dan menasional yaitu Korea Selatan dan Jepang. Konon Korea Selatan yang tidak jauh beda menikmati masa kemerdekaannya dengan kita itu memiliki slogan bbalri-bbalri (baca: pali-pali), kata yang kerap terdengar di sana., berarti cepat-cepat. Mirip dengan suasana di Indonesia pada masa kemerdekaan yang meneriakkan kata merdeka di setiap tempat, setiap harinya. maka orang-orang Korea Selatan senantiasa melontarkan kata pali-pali saat berada di jalan, pasar, sekolah, pabrik, kantor, dan berbagai tempat lainnya. Singkat kata semboyan pali-pali telah menyatu, mendarah daging dan membentuk budaya, sehingga orang Korea itu bekerja cepat. Pekerjaan tidak ingin ditunda-tunda, mereka berusaha menyelesaikan dengan cepat, jika bisa diselesaikan hari ini kenapa mesti ditunda esok. Prinsip utama mereka lebih cepat lebih baik.
Selain Korea Selatan, Jepang juga punya slogan yang disebut spirit gambaru dan kini telah menjadi bagian dari perilaku kerja bangsa Jepang. Gambaru merupakan semangat kerja pantang menyerah, tidak mau bermalas-malasan, berjuang habis-habisan dalam meraih tujuan bahkan jika perlu siap mundur jika merasa gagal dalam mengemban tugas. Lebih dari itu mereka berani ber "hara-kiri" atau bunuh diri jikalau merasa gagal (tentu untuk perilaku yang satu ini tidak perlu kita tiru). Mereka sangat percaya, untuk mencapai yang terbaik, harus berjuang sekuat tenaga bahkan sampai titik darah penghabisan. Dengan semangat gambaru ini pula kita menyaksikan Jepang bangkit dari keterpurukan ekonomi. Usai perang Dunia ke 2, nilai yen terpuruk terhadap dolar diatas seribu per dolarnya. Namun Jepang melangkah pasti, melalui spirit gambaru  pemerintah dan bangsanya berhasil meningkatkan  nilai tukar yen menjadi dibawah seratus yen per dolar. Menguatnya yen merupakan hasil kerja keras bukan hasil denominasi nilai mata uang, atau jalan pintas yang tanpa kerja keras.
Korea Selatan dengan slogan pali-pali berhasil mengangkat kualitas SDM bangsa dan menjadikan negaranya dewasa ini sebagai macan asia perekonomian. Sementara itu Jepang dengan spirit gambaru tak kenal lelah terus melesat menjadi Negara maju sejajar dengan Negara adi daya lainnya. Indonesia belum mereformulasi ulang semboyannya sesuai konteks kekinian. Bangsa ini perlu semboyan atau slogan inspiratif yang membuat kita bekerja keras.

*) Aries Musnandar, Dosen UB Malang, Mhs PPs UIN Maliki
Sumber: http://www.uin-malang.ac.id/index.php?option=com_content&view=article&id=2672: makna-hari-pahlawan-bagi-peningkatan-kualitassdm&catid=35:artikeldosen&Itemid= 210.

Tanggapan:
Semangat perjuangan semestinya tidak luntur pada generasi sekarang, dengan semangat merdeka atau mati, maju terus pantang mundur, tentu hal ini mampu menjadi motivasi untuk menerapakan pengembangan yang lebih baik. Bukan malah sebaliknya, semangat ini memudar sehingga SDM bangsa ini malah terpuruk kepada hal-hal yang tidak diinginkan, seperti: KKN, gila jabatan, gila kekuasaan, politik kotor dan curang dan hal lainnya.
Kita bisa mengambil hikmah kemerdekaan dari korea selatan dan jepang. Dalam sejarah kemerdekaan mereka tidak berbedadengan hitory kemerdekaan indonesia. Mereka mampu mengembangkan SDM mereka kepada hal-hal yang mampu meningkatkan derajat bangsa mereka di mata dunia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar